BREAKING NEWS

Category 5

Category 6

Category 7

Kamis, 19 Juli 2018

RG | Republic Grafika | Sejarah Ambon


SEJARAH KOTA AMBON MASA LALU
satumaluku.com- Kota Ambon punya sejarah panjang. Sudah lebih dari 400 tahun, kota berjuluk Amboina atau Ambon Manise ini, menjadi saksi sejarah peradaban manusia di Maluku. 
Bagaimana sejarah Kota Ambon? Berikut kisahnya yang ditulis Mezak Wakim dari Badan Pelestarian Budaya Nilai Budaya Ambon, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan:
Kota Ambon Masa Lalu
AMBON DOELOE1
Jalan Mardika (1925)
Sejarah kota Ambon dimulai pada saat kedatangan orang-orang Portugis membangun benteng di pulau ini sebagai tempat beraktivitas dalam perdagangan dan penyebaran agama.
Pendirian kota Ambon berawal dari orang-orang Portugis, yang saat itu sedang berada dalam konflik politik dengan para penguasa kesultanan Ternate dan umat Islam di pantai utara Hitu. Orang-orang Portugis pertama yang pernah mendarat di Ambon adalah Francisco Serrao bersama delapan orang anak buah kapalnya pada tahun 1512.
Kapal mereka karam di celah Nusa Penyu; dan terdampar di Nusa Telu (pulau tiga) di depan negeri Asilulu ujung barat Hitu. Mereka diterima oleh Raja Negeri Hitu Meseng. Menurut Rumphius dan Valentijn, mereka diberikan tempat tinggal di dekat sungai Pikapoli yang berada di selatan negeri Mamala.
Mesjid Jami Ambon ( 1895 )
Masjid Jami Ambon (1895)
Selama beberapa tahun mereka tinggal di tempat itu, namun penduduk Hitu yang beragama Islam menolak menerima orang Portugis karena dua alasan yaitu:
Pertama, tindakan mereka yang tidak sopan dan kasar terhadap penduduk. Kedua, adalah karena keterikatan mereka dengan agama Kristen yang berbarengan dengan agama Islam yang telah dianut oleh penduduk di daerah Hitu dan sekitarnya.
Benteng pertama Portugis mulai didirikan di Hila Kaitetu pantai utara Hitu pada tanggal 20 Mei 1569 oleh Laksamana Goencalo Peirera Maramaque. Benteng kedua Portugis didirikan di antara negeri Galala dan Hatiwe kecil di muara Wai Tua.
Kedudukan benteng itu di depan Tanjung Martafons dan desa Rumahtiga, dahulu disebut Hukunalu. Setelah benteng Hila di pantai utara Hitu dibakar, maka orang Portugis membangun benteng ketiga dekat Halong di wilayah teluk Ambon.
Benteng keempat Portugis dibangun oleh Sancho de Vasconcelos. Selama pembangunan benteng dilaksanakan, ada kejadian yang tidak diduga sebelumnya karena tiba-tiba beberapa desa yang tadinya setia kepada Portugis, balik mengancam menyerang bahkan membangkang terhadap Portugis. Negeri-negeri tersebut adalah Nusaniwe, Kilang, Soya, Hutumuri, Puta, dan Ahusen. Kejadian ini menyebabkan pembangunan berjalan tidak terlalu mulus, namun dapat diselesaikan juga pada tahun 1576.
Setelah benteng tersebut selesai “semua rakyat” pindah dari benteng lama ke benteng baru. Jadi bukan hanya garnisun tetapi juga pemukiman mereka yang terletak di luar benteng, yang berasal dari Hatiwe, Tawiri, Halong dan juga orang-orang Mardijker dan sekelompok orang Portugis yang disebut casados yang menikah dengan para wanita pribumi.
Semuanya ikut berangkat menuju tempat baru dan membangun rumah mereka di sekitar kastil atau benteng “Kota Laha”. Jadi sejak 1567 sudah ada sebuah pemukiman kota kecil di samping benteng. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa bulan Juli 1576 sebagai awal peresmian benteng dan kota Ambon.
Di sekitar pemukiman penduduk, para misionaris mengusahakan perkebunan untuk memproduksi bahan makanan. Fasilitas kota yang ada saat itu hanya terdiri dari empat buah gedung gereja, sebuah rumah sakit, sebuah balai pertemuan, dan pelabuhan laut yang terletak di sebelah utara benteng.
Alun-Alun atau lapangan utama Kota Ambon di tahun 1924. Kini lokasinya bernama Lapangan Merdeka d
Alun-Alun atau lapangan utama Kota Ambon di tahun 1924. Kini lokasinya bernama Lapangan Merdeka
Luas fungsional kota pada masa Portugis berada dalam batas-batas wilayah yang membentang dari barat ke timur yaitu dari Wai Batu Gajah sampai Wai Tomu dengan batas selatan melalui jalan-jalan yang kini bernama jalan Said Perintah, jalan Kapitan Ulupaha, dan jalan Benteng Kapaha (Leirissa dkk, 2004 : 19-28).
Pada tahun 1602 Laksamana Andre Furtado de Mendosa tiba di Ambon untuk menggantikan Laksamana Sanco Vasconsalo. Ia memanfaatkan benteng Kota Laha sebagai pusat pertahanan bahkan pemerintahan Portugis di pulau Ambon dan sekitarnya. Pemimpin Portugis selanjutnya setelah de Mendosa adalah (1) Gonsallo Pereiro, (2) Johan Caijadoe, (3) Steven Texeira, (4) Gaspar de Mello.
Pada masa kepemimpinan Gaspar de Mello, ia menyerahkan kastil = benteng Kota Laha kepada Laksamana Belanda Steven van der Haghen tanggal 23 Pebruari 1605 bersama pasukannya melalui suatu kesepakatan antara kedua pimpinan tanpa melalui suatu peperangan.
Setelah orang-orang Belanda di bawah Steven van der Haghen menaklukkan pangkalan ini dari tangan Gaspar de Mello, mereka merubah nama benteng Kota Laha menjadi Kasteel Victoria = Benteng Kemenangan.
Kota Ambon Pada Zaman VOC dan Inggris
Penaklukan pulau Ambon dari tangan Portugis dipimpin oleh Laksamana Steven Van der Haghen pada tanggal 23 Pebruari 1605 dibantu oleh kekuatan tempur Ternate, Luhu di pulau Seram, Hitu maupun pasukan bantuan dari Jawa, dan Goa (Makasar) menyebabkan kastel Portugis jatuh ke tangan VOC.
Benteng Nieuw Victoria, 1910
Benteng Nieuw Victoria (1910)
Benteng Portugis diserahkan oleh Gaspar de Melo pimpinan Portugis di Ambon tanpa melalui peperangan. Setelah benteng ditaklukan oleh VOC, beberapa waktu kemudian dilanjutkan dengan mengadakan beberapa perjanjian penting dengan pihak Portugis dan membuat kontrak khusus dengan penguasa pribumi menyangkut perdagangan rempah-rempah.
Steven Vander Hagen mengangkat Frederik de Hotman sebagai Gubernur pertama di Ambon tahun 1605-1611 dan ia mulai melakukan perjanjian dengan pemimpin-pemimpin lokal di pulau Ambon dan beberapa daerah lain di Maluku. (E.W.A. Ludeking 1964:1-10).
Pengganti de Hotman adalah Jansz Japer yang memerintah selama empat tahun tetapi tidak ditemukan kemajuan yang penting selama masa kepemimpinannya. Pada bulan Maret tahun 1615 Adrian Martensz Block dari Alkmaar tampil memerintah sebagai gubernur dengan gaya kepemimpinan otoriter yang memaksakan rakyat untuk kerja paksa memperluas/memperbesar Benteng Victoria.
Tindakan Gubernur ini menyebabkan penduduk Negeri Soya dan Ema yang terletak di pedalaman jazirah Leitimur melakukan perlawanan bersenjata menentang tindakan gubernur Adrian yang semena-mena terhadap rakyat di Pulau Ambon. Ini adalah awal dari permusuhan antara orang-orang Ambon dengan Belanda (VOC).

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Republic Grafika | The Best Quality And Good Service
Powered byBlogger